Halaman

Total Tayangan Halaman

Selasa, 16 November 2010

doa nabi khidir

بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَّى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
دُ عَاء الفرَج لِسَيِِّدِنَا الخِضِرْ عَلَيْة السَّلاَم
اَللَّهُمَّ كَمَا لَطَفْتَ فِى عَظَمَتِكَ دُونَ الَلُّطَفَاءِ وَعَلوْتَ بِعَظَمَتِكَ عَلَى الْعُظَمَاءِ ، وَعَلِمْتَ مَاتَحْتَ أَرِضِكَ كَعِلْمِكَ بِمَا فَوْقَ عَرْشِكَ ، وَكَانَتِ وَسَاوسُ الصُّدُورِ كَاْلعَلاَ نِيَّة عِنْدَكَ ، وَعَلاَ نَّيِةُ اْلقَوْلِ كَالسِّر فِى عِلْمِكَ ، وَانْقَادَ كُلُّ شَىْءٍ لِعَظَمَتِكَ ، وَخَضَعَ كُلُّ ذِىِ سُلْطَانٍ لسُلْطَا نِكَ ، وَصَارَ أَمْرُ الدُّ نْيَا والاَخِرَةِ كُلُّه بِيَدِكَ . اِجْعَلْ لِى مِنْ كُلِ هَمٍ أَصْبَحْتُ أَوْ أَمْسَيْتُ فِيهِ فَرَجَاً وَمَخرَ جَا اللَّهُمَّ إِنَّ عَفَوَكَ عَنْ ذُنُوبِى ،  وَتَجَاوْزَكَ عَنْ خَطِيتىِ ، وَسِتْرِكَ عَلَى قَبِيحِ عَمَلِى ، أَطْمَعَيِ أَنْ أَسْأ لَكَ مَالاَ أَسْتَوْ جِبُهُ مِنْكَ مِمَّا قَصَّرْتُ فِيهِ ، أَدْعُوكَ اَمِنَاً وَأَسْأَ لُكَ مُسْتَأ نِسَاً . وَإِنَّكَ الْمُحْسِنُ إِلَّيَّ ، وَأَنَا الْمُسِئُ إلَى نَفْسِيَ فِيِمَا بَيْنِي وَبَيْنَكَ ، تَتَوَدَدُ إِليَّ بِنِعْمَتِكَ وَأَتَبَغَّضُ إلَيْكَ بِالْمَعَاصِيِ وَلَكِنَّ الثَِّقَةُ بِكَ حَمَلَتْنِي علَى الْجرَاءَةِ عَلَيْكَ فَعُدْ بِفَضْلِكَ وَإحْسِانِكَ عَلَي إِنَّكَ أَنْتَ التَّوِابُ الَّرَحِيمُ وَصَلَ الله ُعَلَى سَيِدِنَا مُحَمَّدٍ وَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ  Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang Sampaikan shalawat kepada Rasulullah saw.dan keluarganya
Ya Allah, aku bermohon pada-Mu dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu Dan dengan Kekuatan-Mu yang dengannya Engkau taklukkan segala sesuatu Dan merunduk segala sesuatu Dan merendah segala sesuatu Dan dengan keagungan-Mu yang megalahkan segala sesuatu Dan dengan kemuliaan-Mu yang tak tertahankan oleh segala sesuatu Dan dengan kebesaran-Mu yang memenuhi segala sesuatu Dan dengan kekuasaan-Mu yang mengatasi segala sesuatu Dan dengan wajah-Mu yang kekal setelah fana segala sesuatu Dan dengan asma-Mu yang memenuhi tonggak segala sesuatu Dan dengan ilmu-Mu yang mencakup segala sesuatu Dan dengan cahaya wajah-Mu yang menyinari segala sesuatu Wahai Nur, Wahai Yang Maha Suci Wahai Yang Awal dari segala yang awal dan Wahai Yang Akhir dari segala yang akhir, Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang meruntuhkan penjagaan Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku penyebab hukum karma Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang merusak nikmat Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang merintangi doa Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang menurunkan bencana Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang memutuskan tali harapan Ya Allah, ampunilah segala dosa yang telah kulakukan Dan segala kesalahan yang telah kukerjakan Ya allah, aku datang menghampiri-Mu dengan berdzikir (kepada)-Mu Kumohon pertolongan pada diri-Mu Aku bermohon kepada-Mu dengan kemurahan-Mu agar Kau dekatkan daku ke haribaan-Mu Sempatkan daku untuk bersyukur kepada-Mu Bimbinglah daku untuk selalu mengingat-Mu Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu dengan penuh kerendahan, hina dan kekhusyukan Agar Engkau maafkan dan sayangi daku Dan jadikan daku rela dan puas akan pemberian-Mu Dan dalam segala keadaan tunduk dan patuh (kepada-Mu) Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu laksana permohonan orang-orang yang terdesak oleh kesulitannya Yang menghampiri-Mu ketika terpojok urusannya Yang besar dambaannya untuk meraih apa yang ada disisi-Mu Ya Allah, Maha Besar kekuasaan-Mu Maha Tinggi kedudukan-Mu Selalu tersembunyi rencana-Mu Selalu tampak kuasa-Mu Selalu tegak kekuatan-Mu Selalu berlaku kodrat-Mu Tak mungkin lari dari kekuasaan-Mu Ya Allah, tiada kudapat pengampun bagi dosa-dosaku Tiada penutup bagi kejelekan-kejelekanku Dan tiada yang dapat menggantikan amalku yang jelek dengan kebaikan melainkan Engkau Tiada Tuhan selain Engkau Maha Suci Engkau dengan segala puji-Mu Telah aku aniaya diriku Dan telah berani aku melanggar, kerana kebodohanku Tetapi kusandarkan diri pada ingatan dan karunia-Mu yang berkekalan atasku Ya Allah, pelindungku Betapa banyak kejelekanku yang Kau tutupi Betapa banyak malapetaka yang telah Kau hindarkan Betapa banyak rintangan yang telah Kau singkirkan Betapa banyak bencana yang telah Kau gagalkan Betapa banyak pujian baik yang tak layak bagiku telah Kau sebarkan Ya Allah, besar sudah bencanaku Berlebihan sudah kejelekan keadaanku Sedikit sekali amal-amalku Berat benar belenggu (kemalasan)ku Angan-angan panjang telah menahan manfaat dariku Dunia telah memperdayaku dengan tipuannya Dan jiwaku (telah terpedaya) oleh pengkhianatan serta kelalaian Wahai Junjunganku, kumohon kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu janganlah Kau halangi doaku pada-Mu (oleh kerana) kejelekan amal dan perangaiku jangan Kau ungkap dengan pantauan-Mu rahsiaku yang tersembunyi jangan Kau segerakan siksa atas perbuatanku dalam kesendirianku dari jeleknya perbuatanku dan kejahatanku dan berkekalannya aku dalam dosa dan kebodohanku dan banyaknya nafsu dan kelalaianku Ya Allah, dengan kemuliaan-Mu, sayangilah aku dalam segala suasana Dan kasihi aku dalam segala perkara Illahi, Rabbi, siapa lagi bagiku selain Engkau yang kumohon Agar melepaskan deritaku dan memperhatikan urusanku Illahi, Pelindungku, akankah Kau tetapkan hukuman padaku kala kuikuti hawa nafsuku Dan ketidakwaspadaanku terhadap tipuan musuhku Hingga kuterbujuk oleh (selera) nafsuku Dan terlena dalam impianku Lalu kulanggar sebahagian peraturan-peraturan yang Kau tetapkan bagiku Dan kulanggar sebahagian perintah-perintah-Mu Cukup sudah bagi-Mu bukti (dalam menjatuhkan hukuman) padaku atas semua kelakuanku itu Dan tiada alasan bagiku (menolak) hukuman yang akan Kau jatuhkan padaku atas semua salahlaku itu (demikian pula) atas hukum dan bencana yang harus menimpaku kini aku datang menghadap kepada-Mu, ya Illahi setelah semua kecerobohan dan pelanggaranku atas diriku memohon maaf, mengungkapkan penyesalan dengan hati luluh merasa serik, mengharap ampunan menginsafi kesalahan mengakui kelalaian, menyedari kecerobohan menginsafi kesalahan tiada kutemui tempat melarikan diri, dari (dosa-dosa) yang telah kulakukan dan tiada tempat berlindung agar kuterlepas dari segala noda dan beban melainkan Kau kabulkan permohonan ampunanku dan memasukkan daku ke dalam lautan kasih-Mu Ya Allah, terimalah alasan (pengakuan)ku ini Dan kasihanilah beratnya kepedihanku Dan bebaskanlah daku dari kekuatan belengguku
Ya Rabbi, kasihanilah kelemahan tubuhku 3X
Kelembutan kulitku dan kerapuhan tulangku Wahai Yang mula-mula menciptakanku, menyebut dan mendidikku Memperlakukanku dengan baik dan memberiku kehidupan Berikanlah aku kurnia-Mu kerana Engkau telah mendahuluiku dengan kebaikan-Mu kepadaku Ya Illahi, Tuhanku, Pemeliharaku Apakah Engkau akan menyiksaku dengan api-Mu setelah aku mengesakan-Mu Setelah hatiku tenggelam dalam makrifat-Mu Setelah lidahku bergetar menyebut-Mu Setelah jiwaku terikat dengan cinta-Mu Setelah segala ketulusan pengakuanku dan permohonanku seraya tunduk bersimpuh pada kekuasaan-Mu? Tidak, Engkau terlalu mulia untuk mencampakkan orang yang Engkau belai Atau menjauhkan orang yang Engkau dekatkan Atau menyisihkan orang yang Kau naungi Atau menjatuhkan pada bencana orang yang Engkau cukupi dan sayangi Aduhai diriku, ya Tuhanku, Illahi, Pelindungku Apakah Engkau akan melemparkan ke neraka wajah-wajah yang tunduk rebah kerana kebesaran-Mu? Dan lidah-lidah yang dengan tulus mengucapkan keesaan-Mu Dan dengan pujian mensyukuri nikmat-Mu? Kalbu-kalbu yang dengan sepenuh hati mengakui ketuhanan-Mu? Hati nurani yang dipenuhi ilmu tentang Engkau sehingga bergetar ketakutan? Tubuh-tubuh yang telah biasa tunduk untuk mengabdi-Mu? Dan dengan merendah memohon ampunan-Mu? Tidak sedemikian itu dugaan (kami) pada-Mu Dan juga tidak demikian kami diberitahukan tentang kemuliaan-Mu Wahai Pemberi Kurnia, Wahai Pemelihara 3X Engkau mengetahui kelemahanku dalam menanggung beban dunia serta (derita) akibatnya Serta kesusahan-kesusahan yang menimpa penghuninya Padahal semua bencana dan kesusahan itu singkat masanya Sebentar lalunya, pendek usianya Maka apakah mungkin aku sanggup menanggung bencana akhirat Dan siksaan-siksaan yang dahsyat di sana … ? Bencana yang panjang masanya Dan kekal posisinya Serta tidak diringankan bagi penghuninya Sebab semuanya tidak terjadi kecuali kerana murka, balasan dan amarah-Mu Inilah yang bumi dan langit pun tak sanggup memikulnya Wahai Tuhanku, bagaimana (mungkin) aku (menanggungnya)? Padahal aku hamba-Mu yang lemah, rendah, hina, malang, dan papa Ya Illahi, Rabbi, Tuhanku, Pelindungku Urusan apa lagi kiranya yang aku adukan kepada-Mu Mestikah aku menangis, menjerit Apakah kerana pedihnya azab dan beratnya siksa … ? Ataukah kerana lamanya derita dan langgengnya bencana … ? Sekiranya Engkau siksa aku beserta musuh-musuh-Mu Dan Kau himpunkan aku bersama penghuni siksa-Mu Dan Engkau ceraikan aku dari para kekasih dan kecintaan-Mu Oh,  seandainya aku, Ya Illahi, Tuhanku, Pelindungku, Pemeliharaku (anggaplah) aku dapat bersabar menanggung siksa-Mu mana mungkin aku mampu bersabar berpisah dari-Mu? Dan (anggaplah) aku dapat bersabar menahan panas api-Mu Mana mungkin aku dapat bersabar melihat pada kemuliaan-Mu? Mana mungkin aku tinggal di neraka padahal harapanku hanyalah maaf-Mu? Demi kemuliaan-Mu, wahai Tuhanku, Pelindungku Aku bersumpah dengan tulus Sekiranya Engkau biarkan aku berbicara (di sana) Di tengah penghuninya aku akan menangis, seperti tangisan mereka yang menyimpan harapan Aku akan menjerit, jeritan mereka yang memohon pertolongan Aku akan merintih, rintihan orang yang kehilangan (harapan) Sungguh aku akan menyeru-Mu di manakah Engkau, wahai Pelindung kaum mukminin Wahai tujuan harapan kaum arifin Wahai Lindungan kaum yang memohon perlindungan 3X Wahai Kekasih hamba-hamba(Mu) yang tulus Wahai Tuhan seru sekalian alam Akankah Engkau perlakukan demikian … ?
Maha Suci Engkau Ya Illahi, dengan segala puji-Mu Kala Kau dengar suara hamba muslim (di dalam neraka) yang terkurung kerana keingkarannya Yang merasakan siksa kerana kedurhakaannya Yang terperosok ke dalamnya kerana dosa dan nistanya …? Sedangkan ia merintih kepada-Mu dengan mendambakan rahmat-Mu Ia menyeru-Mu dengan lidah ahli tauhid-Mu Ia bertawassul kepada-Mu dengan Ketuhanan-Mu Wahai Pelindungku, bagaimana mungkin ia kekal dalam siksa …? Padahal ia berharap pada kebaikan-Mu yang dahulu Mana mungkin neraka menyakitinya …? Padahal ia mendambakan kurnia dan kasih-Mu Mana mungkin jilatannya menghanguskannya …? Padahal Engkau dengar suaranya dan Engkau lihat posisinya Mana mungkin kobarannya mengurungnya …? Padahal Engkau mengetahui kelemahannya Mana mungkin ia jatuh bangun di dalamnya …? Padahal Engkau mengetahui ketulusannya Mana mungkin Malaikat Zabaniyyah menghempaskannya …? Padahal ia memanggil-Mu Ya Rabbi … Ya Allah … Mana mungkin ia mengharapkan kurnia kebebasan daripadanya Lalu Engkau meninggalkannya di sana … ? Tidak, tidak demikian itu sangkaku kepada-Mu (juga) tidak pula menunjukkan kesohoran kurniaan-Mu (juga) tidak seperti itu dengan kebaikan serta kurniaan-Mu Engkau akan perlakukan orang-orang yang bertauhid dengan yakin ..
aku berani berkata; kalau bukan kerana keputusan-Mu untuk menyiksa orang yang mengingkari-Mu dan ketetapan dari-Mu agar mengekalkan di sana orang-orang yang melawan-Mu niscaya Kau jadikan neraka seluruhnya sejuk dan damai tidak akan ada lagi di situ tempat tinggal dan menetap bagi siapa pun tetapi Maha Kudus asma-Mu Engkau telah bersumpah untuk memenuhi neraka dengan orang-orang kafir dari golongan jin dan manusia seluruhnya Engkau akan mengekalkan di sana kaum durhaka Engkau dengan segala kemuliaan puji-Mu, Engkau telah berkata Setelah menyebut nikmat yang Engkau berikan, “Akan samakah orang mukmin seperti orang durjana/fasiq? Sungguh tidak sama mereka itu.”
Illahi, Tuhanku Aku memohon kepada-Mu dengan kodrat yang telah Engkau tentukan Dengan Qadha yang telah Engkau tetapkan dan putuskan Dan yang telah Engkau tentukan berlaku pada orang yang berkenaan Limpahkanlah (ampunan-Mu) padaku di malam ini, disaat ini Pada semua nista yang pernah aku kerjakan Pada semua dosa yang pernah aku lakukan Pada semua kejelekan yang pernah aku rahsiakan Pada semua kejahilan yang pernah aku kerjakan Yang aku sembunyikan atau aku tampakkan Yang aku tutupi atau aku tunjukkan (ampuni) semua keburukan yang telah Engkau suruhkan malaikat yang mulia mencatatnya mereka yang Engkau tugaskan untuk merakam segala yang ada padaku mereka yang Engkau jadikan saksi-saksi bersama seluruh anggota badanku dan Engkau sendiri pengawas di belakang mereka dan saksi bagi apa yang tak terpantau oleh mereka dengan rahmat-Mu sembunyikanlah (keburukan-keburukan itu) dengan kurnia-Mu tutupilah itu dan perbanyaklah bahagianku pada setiap kebaikan yang Engkau turunkan atau setiap kurnia yang Kau limpahkan atau setiap keberuntungan yang Kau sebarkan atau setiap rezeki yang Kau curahkan atau setiap dosa yang Kau ampunkan atau setiap kesalahan yang Kau sembunyikan Wahai Tuhanku, wahai yang menciptakanku, wahai yang memeliharaku Ya Illahi, Tuhanku, Pelindungku, Pemilik Nyawaku Wahai Zat Yang di Tangan-Nya ubun-ubunku Wahai Yang mengetahui kesengsaraan dan kemalanganku Wahai Yang mengetahui kefakiran dan kepapaanku Wahai Tuhanku, Wahai Yang menciptakanku, Wahai Yang memeliharaku Aku memohon kepada-Mu demi kebenaran dan kesucian-Mu Dan demi keagungan sifat dan asma-Mu Jadikan waktu malam dan siangku dipenuhi dengan dzikir pada-Mu Senantiasa mengabdi kepada-Mu Diterima amal-amalku di sisi-Mui Sehingga perbuatan dan ucapan-ucapanku seluruhnya menyatu Dan kekekalan selalu keadaanku dalam berbakti kepada-Mu Wahai Tuanku, Wahai Zat yang kepada-Nya aku percayakan diriku Yang kepada-Nya aku adukan keadaanku Wahai Tuhanku, Wahai Yang menciptakanku, Wahai Yang memeliharaku 3X Kokohkan anggota badanku untuk berbakti kepada-Mu Teguhkan tulang-tulangku untuk melaksanakan niatku Kurniakan kepadaku kesungguhan agar takut kepada-Mu Sentiasa untuk berbakti kepada-Mu Sehingga aku bergegas menuju-Mu bersama pendahulu Dan berlari ke arah-Mu bersama orang-orang yang berpacu Merindukan dekat kepada-Mu bersama yang merindukan-Mu Jadikan daku dekat pada-Mu, dekatnya orang-orang yang ikhlas Dan takut pada-Mu, takutnya orang-orang yang yakin Dan berkumpul di hadirat-Mu bersama kaum mukminin Ya Allah siapa saja bermaksud buruk kepadaku, tahanlah dia Siapa saja yang memperdayaku, perdayakanlah dia 3X Jadikan aku hamba-Mu yang paling baik nasibnya di sisi-Mu Yang paling dekat kedudukannya dengan-Mu Yang paling istimewa tempatnya di dekat-Mu Sungguh semua ini tidak akan tercapai kecuali dengan karunia-Mu Limpahkan kepadaku kemurahan-Mu Sayangi daku dengan kebaikan-Mu Jaga diriku dengan rahmat-Mu Gerakkan lidahku untuk selalu berdzikir pada-Mu Penuhi hatiku supaya selalu mencintai-Mu Berikan kepadaku dari yang terbaik dari ijabah-Mu Hapuskan bekas kejatuhanku Ampunilah ketergelinciranku Sungguh Engkau telah wajibkan hamba-hamba-Mu beribadah kepada-Mu Dan Engkau perintahkan mereka untuk berdoa kepada-Mu Dan Engkau jaminkan kepada mereka ijabah-Mu (kerana itu) kepada-Mu ya Rabbi kini kuhadapkan wajahku kepada-Mu ya Rabbi kupanjatkan tanganku demi kebesaran-Mu perkenankanlah doaku sampaikan daku pada cita-citaku jangan putuskan harapanku akan karunia-Mu lindungi aku dari kejahatan jin dan manusia musuh-musuhku
Wahai Yang Maha Cepat ridha-Nya
Ampunilah orang yang tidak memiliki apa pun kecuali hanya doa Kerana sesungguhnya Engkau akan melakukan apa-apa yang Kau kehendaki Wahai Yang Asma-Nya adalah penawar dan dzikir (pada-Nya) adalah obat dan ketaatan kepada-Nya adalah kekayaan Sayangilah orang yang modalnya hanya harapan dan senjatanya hanya tangisan Wahai Penabur kurnia, Wahai Penolak Bencana Wahai Nur yang menerangi mereka yang terhempas dalam kegelapan Wahai Yang Maha Tahu tanpa diberitahu Kurniailah Muhammad s.a.w. dan keluarga Muhammad s.a.w. Lakukan padaku apa yang layak bagi-Mu Semoga Allah melimpahkan kesejahteraan kepada Rasul-Nya serta pada Imam yang mulia dari keluarganya dan sampaikan sebanyak-banyaknya salam kepada mereka. Dengan Rahmat-Mu Wahai Yang Maha Pengasih…

Hari-Hari Pilihan Untuk Aktivitas

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dan juga untuk memperoleh kebaikan dan keberkahan, maka sebaiknya kita memilih hari yang baik dan tepat untuk melakukan aktivitas. Misalnya akad pernikahan, memulai usaha, memulai membangun rumah, melakukan kontrak kerja, pindah rumah, bepergian dan lainnya. Karena hari-hari itu tidak sama nilainya, ada yang baik untuk aktivitas tertentu dan tidak baik untuk aktivitas yang lain, dan ada juga hari yang nahas (sial) sepanjang hari.
Allah swt berfirman: “Kami menghembuskan badai dalam beberapa hari yang nahas, karena Kami hendak merasakan kepada mereka itu siksaan yang menghinakan dalam kehidupan dunia. Dan sesungguhnya siksaan di akhirat lebih menghinakan sedangkan mereka tidak diberi pertolongan.” (Fushshilat/41: 16)
“Sesungguhnya Kami menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus.” (Al-Qamar/54: 19).
Tentang hari-hari pilihan, Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Hindarilah melakukan safar (bepergian) pada hari ketiga, keempat, ke 21 dan ke 25 setiap bulan, karena hari-hari itu
adalah hari nahas.” (Makarimul Akhlaq: 424)
Beliau juga mengatakan:
Hari Pertama: Baik untuk menjumpai penguasa, mencapai hajat, jual-beli, bercocok
tanam, dan bepergian.
Hari Kedua: Baik untuk bepergian, dan mencapai hajat.
Hari Ketiga: Buruk dan tidak baik untuk seluruh kegiatan
Hari Keempat: Baik untuk perkawinan, dan tidak disukai untuk bepergian.
Hari Kelima: Buruk dan na’as.
Hari Keenam: Diberkati, baik untuk perkawinan, dan mencapai hajat.
Hari Ketujuh: Diberkahi, terpilih dan baik untuk segala yang diinginkan dan rencana
usaha.
Hari Kedelapan: Baik untuk semua hajat kecuali bepergian.
Hari Kesembilan: Diberkahi, baik untuk semua yang diinginkan manusia, dan siapa yang
bepergian pada hari ini ia akan dianugerahi harta dan akan melihat setiap kebaikan dalam bepergiannya.
Hari Kesepuluh: Baik untuk semua hajat kecuali mendatangi penguasa; orang yang lari
dari penguasa pada hari ini ia akan tertangkap; orang yang kehilangan
sesuatu akan didapatkan; hari ini sangat baik untuk jual-beli.
Hari Kesebelas: Baik untuk jual-beli, dan mencapai semua hajat kecuali mendatangi
penguasa; dan baik untuk melakukan persembunyian.
Hari Kedua belas: Hari ini baik dan penuh berkah; capailah hajat anda dan berusahalah
insya Allah tercapai.
Hari Ketiga belas: Sepanjang hari ini na’as, maka waspadalah dalam seluruh urusan.
Hari Keempat belas: Sangat baik untuk mencapai seluruh hajat dan usaha.
Hari Kelima belas: Baik untuk semua hajat yang diinginkan, maka capailah hajat Anda,
insya Allah tercapai.
Hari Keenam belas: Buruk dan tercela untuk segala sesuatu.
Hari Ketujuh belas: Baik dan terpilih untuk mencapai keinginan, perkawinan, jual-beli,
bercocok tanam, mendirikan bangunan, mendatangi penguasa untuk suatu
hajat, insya Allah tercapai.
Hari Kedelapan belas: Terpilih dan baik untuk bepergian, dan mencapai hajat; orang yang
melakukan perlawanan terhadap musuhnya ia akan memperoleh kemenangan
dengan kekuasaan Allah swt.
Hari Kesembilan belas: Terpilih dan baik untuk seluruh amal perbuatan; anak yang dilahirkan
pada hari ini ia akan diberkahi.
Hari Kedua puluh: Sangat baik dan terpilih untuk mencapai hajat, bepergian, mendirikan
bangunan, bercocok tanam, melangsungkan resepsi perkawinan, dan
mendatangi penguasa; hari ini penuh berkah dengan kehendak Allah swt.
Hari Kedua puluh satu: Hari na’as sepanjang hari.
Hari Kedua puluh dua:Terpilih dan baik untuk jual-beli, mendatangi penguasa, bepergian, dan
bersedekah.
Hari Kedua puluh tiga:Terpilih dan sangat baik khusus untuk perkawinan, perdagangan, dan
mendatangi penguasa.
Hari Kedua puluh empat: Hari na’as dan tercela.
Hari Kedua puluh lima: Buruk dan tercela, waspadalah melakukan sesuatu.
Hari Kedua puluh enam: Baik untuk mencapai seluruh hajat kecuali perkawinan dan bepergian;
hendaknya bersedekah Anda akan merasakan manfaatnya.
Hari Kedua puluh tujuh: Sangat baik dan terpilih untuk mencapai semua hajat dan apa yang
diinginkan, dan mendatangi penguasa.
Hari Kedua puluh delapan: Berimbang antara baik dan buruk.
Hari Kedua puluh sembilan: Terpilih dan sangat baik untuk semua hajat kecuali bagi penulis karena ia akan mendapat sesuatu yang tidak diinginkan; orang yang sakit pada
hari akan cepat sembuh; orang yang bepergian pada hari ini hartanya
akan terkena musibah; dan orang yang lari akan kembali.
Hari ketiga puluh: Terpilih dan sangat baik untuk semua hajat, jual-beli, perkawinan, dan
bercocok tanam; orang yang sakit pada hari akan cepat sembuh; anak yang lahir pada hari ini ia memiliki sifat tabah dan diberkahi, dimuliakan urusannya, jujur lisannya, dan setia terhadap janji.
(Kitab Makarimul Akhlaq, halaman 474)
Perhitungan Hari-Hari ini dan perubahan hari atau tanggal hendaknya didasarkan pada Kalender Hijriyah dengan perhitungan (hisab) yang benar.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Jika terpaksa melakukan aktivitas pada hari nahas atau hari yang tidak baik, maka hendaknya bersedekah sebelum melakukan aktivitas dan membaca doa penolak bala’. Adapun doa penolak bala’ bisa dikopi dari milis “keluarga bahagia” atau milis “shalat-doa” atau milis “Fengshui Islami” berikut ini.

Doa untuk Memperoleh kemudahan Rizki

Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad
Allâhumma inna dzunûbî lam yabqa illâ rajâu ‘afwika, wa qad qaddamtu alatal hirmâni bayna yadayya fa-as-aluka mâlâ astahiqquhu, wa ad’ûka mâlâ astawjibuhu, wa atadharra’u ilayka mâlâ asta’hiluhu, wa lam yakhfa ‘alayka hâlî wa in khafiya ‘alan nâsi kunhu ma’rifati amrî.
Allâhumma in kâna rizqî fis samâi fa-ahbith-hu, wa in kâna fil ardhi fa-azhhirhu, wa in kâna ba’îdan faqarribhu wa in kâna qarîban fayassirhu, wa in kâna qalîlan fakatstsirhu, wa bâriklî fîhi.
Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya
Ya Allah, sesungguhnya dosa-dosaku tak akan kekal kecuali harapan akan ampunan-Mu. Telah Aku hadapkan di depanku suatu penghalang, lalu aku memohon kepada-Mu sesuatu yang tak layak bagiku untuk Kau perkenankan, berdoa kepada-Mu sesuatu yang tak layak bagiku untuk Kau iijabahi, dan merendahkan diri kepada-Mu dengan sesuatu yang tak layak di hadapan-Mu. Namun bagi-Mu tidak tersembunyi keadaanku walaupun tersembunyi bagi manusia untuk mengetahui persoalanku yang sebenarnya. Ya Allah, jika rizkiku ada di langit turunkan, jika ada di bumi keluarkan, jika jauh dekatkan, jika dekat mudahkan, jika sedikit perbanyaklah, dan berkahi aku di dalamnya. (Mafâtihul Jinân, kunci-kunci surga, hlm 471).

Doa Untuk ketenteraman hati

بسم الله الرحمن الرحيم
أللهم صل على محمد وآل محمد

اِلَهِيْ، قَلْبِيْ مَحْجُوبْ وَنَفْسِيْ مَعْيُوبْ، وَعَقْلِيْ مَغْلُوبْ وَهَوَآئِيْ غَالِبْ، وَطَاعَتِيْ قَلِيلْ وَمَعْصِيَتِيْ كَثِيْر، وَلِسَانِيْ مُقِرٌّ بِالذُّنُوبْ، فَكَيْفَ حِيْلَتِيْ ؟ يَاسَتَّارَ اْلعُيُوبْ وَ يَاعَلاَّمَ اْلغُيُوبْ وَيَاكَاشِفَ اْلكُرُوبْ، اِغْفِـرْ ذُنُوْبَي كُلَّهَا بِحُرْمَةِ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، يَاغَفَّارُ يَاغَفَّارُ يَاغَفَّارُ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن

Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad
Ilahî Qalbî mahjûb wa nafsî ma`yûb, wa `aqlî maghlûb wa hawâî ghâlib, wa thâ`athî qalîl wa ma`shiyatî katsîr, wa lisânî muqirrun/m bidz dzunûb, fakayfa hîlatî? Yâ Sattâral `uyûb wa yâ `Allâmal ghuyûb wa yâ Kâsyifal kurûb, Ighfir dzunûbî kullahâ bihurmati Muhammadin wa âli Muhammad, yâ Ghaffâru yâ Ghaffâru yâ Ghaffâr, birahmatika yâ Arhamar râhimîn.
Dengan asma AllahYang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Ilahi, Tuhanku
Hatiku penuh hijab dan jiwaku penuh aib
Akalku terkalahkan dan hawa nafsuku mengalahkan
Ketaatanku sedikit dan maksiatku banyak
Sedangkan lisanku mengakui dosa-dosaku, bagaimana dengan dayaku?
Wahai Yang Maha Menutupi segala aib
Wahai Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib
Wahai Yang Menghilangkan segala duka dan derita
Ampuni semua dosaku dengan kemuliaan Muhammad dan keluarga Muhammad
Ya Ghafar Ya Ghaffar Ya Ghaffar
dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih dari semua yang mengasihi

Doa ini adalah doa Imam Ali bin Abi Thalib (sa). Dibaca setiap sesudah shalat Shubuh. Usahakan dihafal dan dibaca dalam keadaan sujud di luar shalat. (kitab Mafatihul Jinan, kunci-kunci surga)

Doa Untuk ketenteraman hati

بسم الله الرحمن الرحيم
أللهم صل على محمد وآل محمد

اِلَهِيْ، قَلْبِيْ مَحْجُوبْ وَنَفْسِيْ مَعْيُوبْ، وَعَقْلِيْ مَغْلُوبْ وَهَوَآئِيْ غَالِبْ، وَطَاعَتِيْ قَلِيلْ وَمَعْصِيَتِيْ كَثِيْر، وَلِسَانِيْ مُقِرٌّ بِالذُّنُوبْ، فَكَيْفَ حِيْلَتِيْ ؟ يَاسَتَّارَ اْلعُيُوبْ وَ يَاعَلاَّمَ اْلغُيُوبْ وَيَاكَاشِفَ اْلكُرُوبْ، اِغْفِـرْ ذُنُوْبَي كُلَّهَا بِحُرْمَةِ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، يَاغَفَّارُ يَاغَفَّارُ يَاغَفَّارُ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن

Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad
Ilahî Qalbî mahjûb wa nafsî ma`yûb, wa `aqlî maghlûb wa hawâî ghâlib, wa thâ`athî qalîl wa ma`shiyatî katsîr, wa lisânî muqirrun/m bidz dzunûb, fakayfa hîlatî? Yâ Sattâral `uyûb wa yâ `Allâmal ghuyûb wa yâ Kâsyifal kurûb, Ighfir dzunûbî kullahâ bihurmati Muhammadin wa âli Muhammad, yâ Ghaffâru yâ Ghaffâru yâ Ghaffâr, birahmatika yâ Arhamar râhimîn.
Dengan asma AllahYang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Ilahi, Tuhanku
Hatiku penuh hijab dan jiwaku penuh aib
Akalku terkalahkan dan hawa nafsuku mengalahkan
Ketaatanku sedikit dan maksiatku banyak
Sedangkan lisanku mengakui dosa-dosaku, bagaimana dengan dayaku?
Wahai Yang Maha Menutupi segala aib
Wahai Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib
Wahai Yang Menghilangkan segala duka dan derita
Ampuni semua dosaku dengan kemuliaan Muhammad dan keluarga Muhammad
Ya Ghafar Ya Ghaffar Ya Ghaffar
dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih dari semua yang mengasihi

Doa ini adalah doa Imam Ali bin Abi Thalib (sa). Dibaca setiap sesudah shalat Shubuh. Usahakan dihafal dan dibaca dalam keadaan sujud di luar shalat. (kitab Mafatihul Jinan, kunci-kunci surga)

Doa Mujarrab untuk Dapat Rizki dan Tunai Hutang

Doa dan amalan ini saya kutip dari kitab Mujarrabat Imamiyah, hlm 141. Kitab yang telah ditajrib (dieksperimen) oleh banyak ulama, kaum mukminin dan muslimin. Memang syarat yang pertama adalah keyakinan yang kuat dan istiqamah dalam mengamalkannya sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Terus terang, saya pernah mempraktekkan amalan ini, alhamdulillah saya mendapat solusi yang tak terduga sebelumnya, dan menurut ukuran saya, rizki itu cukup besar. Saya menangis terharu dalam sujud syukur. Ya Allah, Engkau Maha Dermawan, diluar kemampuan pikiran hamba-Nya. Setiap saya punya hajat yang berkait dengan rizki, saya mengamalkan amalan ini dan ditambah “shalat Istighfar” (caranya ada di blog ini). Alhamdulillah saya memperoleh apa yang saya hajatkan, kadang-kadang singkat waktunya, kadang-kadang lama waktunya. Allah Maha Maha Mengetahui hajat kita yang sebenarnya, waktunya mendesak atau tidak. Karena itu kita butuh kesabaran, keyakinan yang kuat dan istiqamah dalam mengamalkan.
Yang mulia Sayyid Ali Akbar At-Tabrizi mengatakan: Sesungguhnya ayat tentang kerajaan (surat Al-Imran: 26-27), juga jika ditulis dan bawanya, dapat meluaskan pintu rizki. Selanjutnya beliau mengatakan: amalan ini telah ditajrib (dieksperimen) berkali-kali. Ayat dan cara mengamalkannya sebagai berikut:

Masa Muda, Waktu Utama Beramal Sholeh

Alhamdulillah was shalaatu was salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Waktu muda, kata sebagian orang adalah waktu untuk hidup foya-foya, masa untuk bersenang-senang. Sebagian mereka mengatakan, “Kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga.” Inilah guyonan sebagian pemuda. Bagaimana mungkin waktu muda foya-foya, tanpa amalan sholeh, lalu mati bisa masuk surga[?] Sungguh hal ini dapat kita katakan sangatlah mustahil. Untuk masuk surga pastilah ada sebab dan tidak mungkin hanya dengan foya-foya seperti itu. Semoga melalui risalah ini dapat membuat para pemuda sadar, sehingga mereka dapat memanfaatkan waktu mudanya dengan sebaik-baiknya. Hanya pada Allah-lah tempat kami bersandar dan berserah diri.

Wahai Pemuda, Hidup di Dunia Hanyalah Sementara
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. (Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Syaikh Sholeh Alu Syaikh, 294). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ , أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari no. 6416)
Lihatlah nasehat yang sangat bagus sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat yang masih berusia belia.
Ath Thibiy mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang yang hidup di dunia ini dengan orang asing (al ghorib) yang tidak memiliki tempat berbaring dan tempat tinggal. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu memisalkan dengan pengembara. Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini berbeda dengan seorang pengembara yang bermaksud menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang membinasakan, dia akan melewati padang pasir yang menyengsarakan dan juga terdapat perampok. Orang seperti ini tidaklah tinggal kecuali hanya sebentar sekali, sekejap mata.” (Dinukil dari Fathul Bariy, 18/224)
Negeri asing dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah dunia dan negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini mengingatkan kita dengan kematian sehingga kita jangan berpanjang angan-angan. Hadits ini juga mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri untuk negeri akhirat dengan amal sholeh. (Lihat Fathul Qowil Matin)
Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu juga memberi petuah kepada kita,
ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً ، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً ، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ
“Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat tesebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan (hisab) dan bukanlah hari beramal.” (HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad-)
Manfaatkanlah Waktu Muda, Sebelum Datang Waktu Tuamu
Lakukanlah lima hal sebelum terwujud lima hal yang lain. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan ketika dalam kondisi kuat untuk beramal (yaitu di waktu muda), sebelum datang masa tua renta.”
Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, maksudnya: “Beramallah di waktu sehat, sebelum datang waktu yang menghalangi untuk beramal seperti di waktu sakit.”
Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, maksudnya: “Manfaatklah kesempatan (waktu luangmu) di dunia ini sebelum datang waktu sibukmu di akhirat nanti. Dan awal kehidupan akhirat adalah di alam kubur.”
Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, maksudnya: “Bersedekahlah dengan kelebihan hartamu sebelum datang bencana yang dapat merusak harta tersebut, sehingga akhirnya engkau menjadi fakir di dunia maupun akhirat.”
Hidupmu sebelum datang kematianmu, maksudnya: “Lakukanlah sesuatu yang manfaat untuk kehidupan sesudah matimu, karena siapa pun yang mati, maka akan terputus amalannya.”
Al Munawi mengatakan,
فَهِذِهِ الخَمْسَةُ لَا يَعْرِفُ قَدْرَهَا إِلاَّ بَعْدَ زَوَالِهَا
“Lima hal ini (waktu muda, masa sehat masa luang, masa kaya dan waktu ketika hidup) barulah seseorang betul-betul mengetahui nilainya setelah kelima hal tersebut hilang.” (At Taisir Bi Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/356)
Benarlah kata Al Munawi. Seseorang baru ingat kalau dia diberi nikmat sehat, ketika dia merasakan sakit. Dia baru ingat diberi kekayaan, setelah jatuh miskin. Dan dia baru ingat memiliki waktu semangat untuk beramal di masa muda, setelah dia nanti berada di usia senja yang sulit beramal. Penyesalan tidak ada gunanya jika seseorang hanya melewati masa tersebut dengan sia-sia.
Orang yang Beramal di Waktu Muda Akan Bermanfaat untuk Waktu Tuanya
Dalam surat At Tiin, Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para Nabi ‘Ulul Azmi yaitu [1] Baitul Maqdis yang terdapat buah tin dan zaitun –tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam-, [2] Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa ‘alaihis salam, [3] Negeri Mekah yang aman, tempat diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah bersumpah dengan tiga tempat tersebut, Allah Ta’ala pun berfirman,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin [95]: 4-6)
Maksud ayat “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,” ada empat pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah “Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya sebagaimana di waktu muda yaitu masa kuat dan semangat untuk beramal.” Pendapat ini dipilh oleh ‘Ikrimah.
“Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.” Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan Qotadah, juga Adh Dhohak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda, atau dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk beramal.” Masa tua adalah masa tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda.
An Nakho’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Ibnu Qutaibah mengatakan, “Makna firman Allah (yang artinya), “Kecuali orang-orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaadul Maysir, 9/172-174)
Begitu juga kita dapat melihat pada surat Ar Ruum ayat 54.
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفاً وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)
Ibnu Katsir mengatakan, “(Dalam ayat ini), Allah Ta’ala menceritakan mengenai fase kehidupan, tahap demi tahap. Awalnya adalah dari tanah, lalu berpindah ke fase nutfah, beralih ke fase ‘alaqoh (segumpal darah), lalu ke fase mudh-goh (segumpal daging), lalu berubah menjadi tulang yang dibalut daging. Setelah itu ditiupkanlah ruh, kemudian dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan lemah, kecil dan tidak begitu kuat. Kemudian si mungil tadi berkembang perlahan-lahan hingga menjadi seorang bocah kecil. Lalu berkembang lagi menjadi seorang pemuda, remaja. Inilah fase kekuatan setelah sebelumnya berada dalam keadaan lemah. Lalu setelah itu, dia menginjak fase dewasa (usia 30-50 tahun). Setelah itu dia akan melewati fase usia senja, dalam keadaan penuh uban. Inilah fase lemah setelah sebelumnya berada pada fase kuat. Pada fase inilah berkurangnya semangat dan kekuatan. Juga pada fase ini berkurang sifat lahiriyah maupun batin. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban”.” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim pada surat Ar Ruum ayat 54)
Jadi, usia muda adalah masa fit (semangat) untuk beramal. Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Janganlah disia-siakan.
Jika engkau masih berada di usia muda, maka janganlah katakan: jika berusia tua, baru aku akan beramal.
Daud Ath Tho’i mengatakan,
إنما الليل والنهار مراحل ينزلها الناس مرحلة مرحلة حتى ينتهي ذلك بهم إلى آخر سفرهم ، فإن استطعت أن تـُـقدِّم في كل مرحلة زاداً لما بين يديها فافعل ، فإن انقطاع السفر عن قريب ما هو ، والأمر أعجل من ذلك ، فتزوّد لسفرك ، واقض ما أنت قاض من أمرك ، فكأنك بالأمر قد بَغَـتـَـك
Sesungguhnya malam dan siang adalah tempat persinggahan manusia sampai dia berada pada akhir perjalanannya. Jika engkau mampu menyediakan bekal di setiap tempat persinggahanmu, maka lakukanlah. Berakhirnya safar boleh jadi dalam waktu dekat. Namun, perkara akhirat lebih segera daripada itu. Persiapkanlah perjalananmu (menuju negeri akhirat). Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Tetapi ingat, kematian itu datangnya tiba-tiba. (Kam Madho Min ‘Umrika?, Syaikh Abdurrahman As Suhaim)
Semoga maksud kami dalam tulisan ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib,
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud [11]: 88)
Semoga Allah memperbaiki keadaan segenap pemuda yang membaca risalah ini. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.
Sabtu Pagi, 17 Rabi’ul Awwal 1430 H
Yang sangat butuh pada ampunan dan rahmat Rabbnya
Muhammad Abduh Tuasikal
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Ketahuilah Dunia Itu Terlaknat

Dunia pada dasarnya bukanlah sesuatu yang harus dijauhi. Namun dunia bisa menjadi penghalang untuk bisa sampai kepada Allah. Harta pada dasarnya bukanlah sesuatu yang di benci. Namun, harta itu tercela jika dia melalaikan dari mengingat Allah. Betapa banyak kaum muslimin yang tertipu dengan gemerlap dunia sehingga lupa akan tujuan penciptaannya. Ironisnya mereka tidak menyadari hal tersebut dan ketika dirinya ditanya, “Apakah yang engkau inginkan, dunia ataukah akhirat?” Serentak dirinya menjawab, “Saya menginginkan akhirat!” Padahal keadaan dirinya menjadi saksi atas kedustaan ucapannya tersebut.
Kesenangan Dunia, Fitnah Bagi Umat Ini
Cinta terhadap keindahan dan kenikmatan dunia adalah sesuatu yang menjadi ciri khas makhluk Allah yang bernama manusia. Allah berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)
Demikianlah watak asli manusia, sehingga tidak ayal lagi hal itulah yang banyak menjerumuskan manusia sehingga hatinya terkait dengan dunia padahal tidak dipungkiri lagi keterkaitan hati dengan dunia merupakan fitnah sekaligus musibah yang menimpa umat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
{ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ }
“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah bagi umatku adalah harta.” (HR. Tirmidzi dalam Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih)
Maka sungguh mengherankan tatkala seseorang yang seharusnya beramal untuk mencapai surga yang luasnya bagaikan langit dan bumi, justru tenggelam dalam fitnah dunia dan harta. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat khawatir bila pintu-pintu kesenangan duniawi telah dibukakan bagi umat ini karena hal itulah yang menyebabkan mereka berpaling dari agama. Wallahul musta’an.
Dunia Itu Terlaknat!
Kaum muslimin, mari bersama kita renungkan hadits berikut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
{ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ }
“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Perlu kiranya kita merenungkan hadits ini dengan seksama, di golongan manakah diri kita berada, apakah kita termasuk golongan yang mendapat rahmat dan terjauh dari laknat ataukah sebaliknya diri kita justru termasuk orang-orang yang mendapat laknat, menjadi budak dunia dikarenakan sebagian besar aktivitas kita atau bahkan seluruhnya hanya bertujuan untuk meraih kenikmatan dunia yang fana ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela orang-orang yang tunduk pada dunia dan semata-mata tujuannya adalah mencari dunia dalam sabda beliau:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ
“Celakalah budak dinar (uang emas), celakalah budak dirham (uang perak), celakalah budak khamishah (pakaian yang cantik) dan celakalah budak khamilah (ranjang yang empuk).” (HR. Bukhari)
Inilah celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang kesehariannya menjadi budak harta dan berbagai kesenangan dunia. Renungkanlah dengan penuh kejujuran dan jawablah di golongan manakah diri kita berada? Apakah kita termasuk orang yang menjadi budak dunia ataukah orang yang tujuan hidupnya adalah beribadah kepada Allah? Renungkanlah sekali lagi hal ini!
Kaitkanlah Hatimu Dengan Akhirat
Saudaraku, jangan jadikan hatimu terkait dengan dunia, jangan sampai dunia masuk ke dalam hatimu dan bercokol di dalamnya, teladanilah generasi terbaik umat ini, mereka menggenggam dunia, namun cukup sampai di situ dan tidak merasuk ke dalam hati. Maka jadilah mereka generasi yang mencurahkan segenap jiwa raganya untuk kehidupan akhirat, dunia sebatas di genggaman mereka sehingga mudah dilepaskan, mudah untuk diinfakkan di jalan Allah. Adapun kita wahai kaum muslimin, aina nahnu min haaulaai (di manakah kedudukan kita jika dibandingkan mereka)? Di mana?! Tentu sangat jauh dari mereka!
Oleh karena itu wajib bagi diriku dan dirimu untuk merenungi sekali lagi bahkan senantiasa merenungi apakah tujuan kita diciptakan di dunia ini. Sangat mengherankan jika seorang muslim telah mengetahui tujuan penciptaannya kemudian lalai dari hal tersebut, bukankah inilah puncak kedunguan?! Sekali lagi, mari kita senantiasa mengaitkan amalan kita dengan akhirat, jika anda seorang yang mempelajari ilmu dunia, maka niatkanlah untuk akhirat, niatkanlah bahwa dirimu dengan ilmu tersebut akan membantu kebangkitan kaum muslimin. Jika anda seorang pengajar, dosen atau semisalnya, maka niatkanlah aktivitas mengajar anda untuk akhirat dan kebangkitan kaum muslimin, demikian juga seluruh profesi, maka niatkanlah untuk akhirat.
Namun apabila niat anda justru sebaliknya, anda belajar, mengajarkan ilmu dunia, berbisnis dan melakukan aktivitas dunia lainnya hanya sekedar untuk mendapatkan dunia, maka anda telah merugi karena telah melewatkan keuntungan yang amat banyak dan janganlah anda mencela kecuali diri anda sendiri.
اَللّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah, janganlah engkau jadikan musibah dalam urusan agama kami, dan jangan pula engkau jadikan dunia ini adalah tujuan terbesar dan puncak dari ilmu kami.”
Amin Ya Sami’ad Da’awat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat, allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
***
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id

Hadis Tentang Cinta

Begitu banyak peluang yang Allah berikan, yang Rasulullah tunjukan, untuk menjadi mulia dengan cinta. Bukan menjadi terhina dan terpuruk, karenanya. Semoga hadits-hadits cinta ini bisa mengantarkan kita untuk sedikit demi sedikit memahami cinta yang menyelamatkan. Cinta yang menerbangkan kita ke surga-Nya, Insya Allah.


Cinta yang memberikan cahaya
“Sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah itu ada beberapa orang yang bukan nabi dan syuhada menginginkan keadaan seperti mereka, karena kedudukannya disisi Allah. Sahabat bertanya :
“Ya Rasulullah, tolong kami beritahu siapa mereka ? Rasulullah SAW. Menjawab : Mereka adalah satu kaum yang cinta mencintai dengan ruh Allah tanpa ada hubungan sanak saudara, kerabat diantara mereka serta tidak ada hubungan harta benda yang ada pada mereka. Maka, demi Allah wajah-wajah mereka sungguh bercahaya, sedang mereka tidak takut apa-apa dikala orang lain takut, dan mereka tidak berduka cita dikala orang lain berduka cita” (H.R. Abu Daud)

Cinta yang menggugurkan dosa
“Sesungguhnya seorang muslim apabila bertemu saudaranya yang muslim, lalu ia memegang tangannya (berjabat tangan) gugurlah dosa keduanya sebagaimana gugurnya daun dan pohon kering jika ditiup angin kencang. Sungguh diampuni dosa mereka berdua, meski sebanyak buih dilaut” (H.R. Tabrani)

Cinta yang memberikan keteduhan
“Sesungguhnya Allah SWT pada hari kiamat berfirman : “Dimanakah orang yang cinta mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan menaungi dengan menunggu-Ku dihari yang tiada naungan melainkan naungan-Ku” (H.R. Muslim)

Cinta yang berbalas cinta
“Allah swt berfirman, “pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang cinta mencintai karena Aku, saling kunjung mengunjungi karena Aku dan saling memberi karena Aku” (Hadits Qudsi)

Karena cinta, dicintai-Nya
“Bahwa seseorang mengunjungi saudaranya di desa lain, lalu Allah mengutus malaikat untuk membuntutinya. Tatkala malaikat menemaninya malaikat berkata,
“Kau mau kemana ?”
Ia menjawab, “Aku ingin mengujungi saudaraku di desa ini”
Malaikat terus bertanya, “Apakah kamu akan memberikan sesuatu pada saudaramu ?”
Ia menjawab, “Tidak ada, melainkan hanya aku mencintainya karena Allah SWT”
Malaikat berkata, “Sesungguhnya aku diutus Allah kepadamu, bahwa Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai orang tersebut karena-Nya” (H.R. Muslim)
Tiga cinta yang manis
Tiga perkara, yang barang siapa memilikinya, ia dapat merasakan manisnya iman, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul melebihi cintanya kepada selain keduanya, cinta kepada seseorang karena Allah dan membenci kekafiran sebagaimana ia tidak mau dicampakan ke dalam api neraka” (H.R. Bukhari-Muslim)

Rezeki Seluruh Makhluk Sudah Dijamin Allah

Seseorang mengeluh kepada Ibrahim bin Adham tentang anaknya yang banyak. Sang Sufi agung ini menjawab, “Wahai saudaraku, jika setiap yang ada di rumahmu terdapat orang yang rezekinya bukan dari Allah, pindahkan dia ke rumahk.” Rasulullah SAW bersabda, “Berusahalah untuk memperbanyak keturunan, karena kalian tidak tahu dari anak yang mana kamu mendapatkan rezeki.“ Sehingga Umar bin Khattab RA berkata, “Sesungguhnya, aku tidak suka menyetubuhi isteriku, kecuali jika disertai dengan harapan supaya Allah memberi rezeki berupa keturunan yang bertasbih kepada Allah dan mentauhidkan-Nya.“ Argumen Khalifah Kedua itu telah terbukti, dengan adanya komentar diantara ulama “Alangkah bahagianya kedua orang tua Imam Syafei, Abdullah binMubarak, Imam Malik,Imam Ahmad dan lain-lain ulama besar serta orang-orang saleh lainnya. Bisa jadi seorang anak menyebabkan kedua oranbg tuanya bahagia di dunia daan akhirat. “

Rezeki merupakan salah satu rahasia Allah. Ia tidak bisa dikalkulasi dengaan nalar manusia. Seringkali ia bergerak diluar jangkauan nalar. Itulah yang disebut dengan rezeki tidak disangka-sangka. Al Quran mengatakan “Wayarzughu min haitsu laa yahtasib “ (Ath-Thalaq ( 65 ) : 3). Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya. Setiap manusia yang terlahir ke dunia sudah dilengkapi dengan rezekinya masing-masing. Rasul SAW bersabda, “Allah telah menetapkan takdir semua mahluk sejak 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi“ (HR.Muslim). Oleh karena itu selayaknyalah kita tidak perlu cemas mengenai rezeki Allah SWT. Sebab Sang Pemberi Rezeki telah menjamin, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. Dan Dia meengetahui tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Hud 6). “Persoalan rezeki sudah diatur oleh Allah SWT. Hal penting yang perlu dilakukan adalah sempurnakan ikhtiar, perkuat dengan doa, dan tawakal secara total kepada Allah. Biarlah Allah yang Maha Mengatur. Insya Allah, jika ikhtiar, doa serta tawakal kita total, kita akan diberikan kelapangan rezeki oleh Allah. Allah akan mengaruniakan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.

Dari Umar bin Khattab RA, ia berkata, “Saya mendengar Rassulullah SAW bersabda, ‘Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian seperti seekor burung, pagi-pagi ia keluar dari sarangnya dalam keadaan lapar dan pulang disore hari dalam keadaan kenyang “ (HR.Ahmad dan Turmuzi).

Banyak kiat untuk menjemput atau membuka keran pintu rezeki itu. Diantaranya adalah :
Pertama, Memperbanyak istighfar dan taubat. Allah berfirman, “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu. Sungguh, Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu. Dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan kebun-kebun untukmu, dan mengadakan sungai-sungai “ (Nuh (71) :10-12). Ujar Ibnu Katsir, “Maksudnya, jika kalian telah bertaubat dan beristighfar kepada Allah serta taat kepada-Nya, Dia pasti memperbanyak rezeki kalian dan memberi minum kalian dengan berkah dari langit serta menumbuhkan dan mengalirkan susu binatang ternak serta akan memberikan harta yang banyak, dan anak yang banyak.Lalu Allah akan menjadikaan bagi kalian kebun-kebun yang didalamnya beraneka ragam buah-buahan, yang mengalir di sisinya sungai-sungai“ (Ibnu Katsir Jilid 4 halaman 371).

Kedua, Istiqamah Bersedekah /Berinfak di jalan Allah. Rasul SAW bersabda, “Bersedekahlah kalian, dan jangan (terlalu) lama disimpan dan ditahan. Sebab jika demikian, Allah SWT akan menahan (karunia-Nya) untukmu “ (HR. Bukhari ). Hadis lain, Nabi SAW bersabda “Berinfaklah semampumu, dan jangan menahan hartamu, niscaya Allah akan menahan karunia-Nya bagimu“ (HR. Muslim dan Nasai). Kilah Imam Al-Qurthubi, “Jika seseorang meyakini Allah sepenuhnya, pasti Dia akan memberikan rezeki kepadanya dengan tanpa disangka-sangka. Seyogianya ia mesti berinfak secara ikhlas dan tanpa banyak pertimbangan. “

Ketiga, Meluangkan waktu untuk Beribadah. Rasul SAW bersabda, ”Allah berfirman ‘Wahai Bani Adam, fokuskanlah hati kalian dalam beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan lapangkan hatimu, dan Aku penuhi kebutuhanmu. Kalau kamu tidak memfokuskan ibadah kepada-Ku, maka Aku akan penuhi hatimu dengan kesibukan dan kebutuhanmu tidak akan Aku penuhi “ (Hadis qudsi riwayat Ahmad,Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim). Secara umum hadis tersebut menurut imam Al’Ala’i menjelaskan bahwa hati seseorang jangan terlena dengan kesibukan dunia, hingga ia tidak menunaikan bentuk ketaatan kepada Allah. Dalam menafsirkan firman Allah surah Al Insyirah ayat 7, Ibnu Katsir menuturkan, “Jika kalian telah selesai melakukan pekerjaan-pekerjaan duniawi, bersungguh-sungguhlah menunaikan ibadah dengan tekun. Lalu fokuskan hatimu dan ikhlaskan niatmu.” Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan meluangkan waktu dan memfokuskan diri untuk beribadah kepada Allah dapat membukakan pintu rezeki.

Keempat, Bersegera Mencari Rezeki di Pagi hari. Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu pagi. Semoga keberkahan selalu tercurah bagi umatku yang beraktifitas di pagi hari “ (HR.Thabrani). “Shahr Al-Ghamidi menjelaskan, bahwa Rasulullah mengutus pasukan perang di akhir waktu siang. Sementara itu Shahr sebagai seorang pedagang, sering membawa barang dagangannya di pagi hari. Akhirnya ia sering mendapatkan keuntungan yang berlimpah, hingga hartanya banyak. (HR. Imam yang empat).

Kelima, Bersilaturrahim. Rasul SAW bersabda, “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya, dan dipanjangkan umurnya,maka sambunglah tali silaturrahim “ (HR.Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Nasai). Dalam hadis qudsi Allah berfirman, “Siapa yang menyambung silaturrahmi, maka akan Aku sambung rahmat-Ku untuknya. Dan siapa yang memutuskan silaturrahmi, maka Aku putuskan pula rahmat-Ku untuknya “ (HR. Tirmuzi dan Abu Daud). Rahmat Allah itu bentuknya beraneka ragam, dan jumlahnya tidak terhitung. Ia bisa berupa kemudahaan dalam segala urusan, ketenangan dalam menjalani hidup, kesehatan jasmani dan rohani, keluasan rezeki dan sebagainya.

Keenam, Senantiasa bersyukur. Allah berfirman “ … Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih “ (Ibrahim 7). Imam Al Mansyur berkomentar “Wahai manusia, jangan sekali-kali kalian mengusir kenikmatan rezeki dengan meninggalkan syukur. Sebab, dengan meninggalkan syukur, justru kalian tengah mengundang bencana. “ Syukur adalah satu keniscayaan atas begitu banyaknya nikmat yang kita rasakan dalam hidup ini.Salah satu hal yang harus kita syukuri adalah rezeki pemberian Allah. Cara mensyukurinya adalah dengan “mengalirkannya“ kepada orang yang membutuhkan. Ibarat air, jika tidak dialirkan akan tersumbat. Demikian pula dengan rezeki, jika tidak dialirkan, saluran rezeki akan tersumbat. Wallahualam. **

Sumber: Pontianakpost.com

20 prinsip

PRINSIP KE-2
“Al-Quran dan Sunah yang suci merupakan rujukan setiap Muslim dalam mengetahui hukum-hukum Islam.”

Al-Quran asalnya adalah bentuk mashdar dari kata kerja Qara-a. Allah Swt. berfirman,
baca selengkapnya..
20 Prinsip
PRINSIP KE-3 
“Iman yang tulus, ibadah yang benar dan mujahadah akan membuahkan cahaya dan kelezatan yang Allah percikan ke dalam hati siapa saja yang la kehendaki. Akan tetapi ilham, lintasan hati, kasyaf, dan mimpi tidak termasuk dalil-dalil syar’i dan tidak pula diperhitungkan (dianggap), kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan nash-nashnya.”
Iman yang benar berarti mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan beramal dengan anggota badan. Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm berkata, “Kesepakatan para sahabat, tabi’in, dan generasi sesudah mereka yang kami ketahui, mengatakan bahwa iman adalah ucapan, perbuatan, dan niat, salah satu di antara ketiganya tidak mencukupi kecuali dengan yang lain.” Imam Ahmad berkata, “Karena itu, menurut ahlusunah ungkapan yang mengatakan bahwa iman adalah ucapan dan perbuat termasuk syiar-syiar Sunah.”
Nash-nash Al-Quran dan hadits yang menunjukkan pengertian di atas sangat banyak dan terkenal. Mereka sepakat bahwa orang yang mengikrarkan keimanan dengan lisannya secara nyata, namun mendustakan dengan hatinya, tidak termasuk mukmin. Orang seperti inilah yang disebut munafik, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, Dan di antara sebagian manusia ada segolongan yang mengatakan, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir." Padahal mereka tidak termasuk orang-orang yang beriman (Al-Baqarah: 8 ). Dalam firman-Nya yang lain Allah menjelaskan bahwa bagi mereka disediakan azab yang lebih berat daripada orang yang jelas-jelas menentang (kufur), dengan memasukkan mereka pada tingkatan neraka yang paling rendah, Sesungguhnya orang-orang munafik berada pada tingkatan yang paling rendah dari neraka (An-Nisa‘: 145).
Para ulama sepakat bahwa pengakuan dengan hati saja tidak cukup untuk merealisasikan makna iman. Karenanya, pengakuan harus diikuti ikrar dengan lisan. Fir’aun dan kaum-nya mengakui kebenaran Musa dan Harun a.s. namun mereka adalah kafir. Allah Swt. berfirman tentang perkataan Musa kepada Fir’aun, Sesungguhnya kamu (Fir’aun) telah mengetahui bahwa tidak ada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu, kecuali Tuhan Yang Memelihara langit dan bumi sebagai bukti yang nyata (Al-Isra’: 102). Orang-orang Ahli Kitab dahulu mengenal dan mengakui Nabi kita Saw., namun mereka tidak beriman kepadanya. Allah berfirman, Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mengenal-nya (Muhammad) sebagaimana mengenal anak-anak mereka sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka tidak beriman (Al-An’am: 20). Bahkan iblis juga mengenal Allah, tetapi ia tetap menjadi pemimpin orang-orang kafir.
Para ulama sepakat bahwa apabila seorang hamba telah membenarkan dengan hatinya, dan mengikrarkan dengan lisannya, namun menolak untuk beramal, maka ia termasuk orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan berhak mendapatkan ancaman siksa yang Allah sebutkan dalam kitab suci-Nya dan diberitahukan oleh Rasul-Nya Saw. Selain itu, ia juga mendapat hukuman di dunia.
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ahlusunah bahwa dengan melihat rahmat dan janji Allah, iman yang mencakup pembenaran, pernyataan, dan amal menjadikan seseorang masuk surga dan tidak kekal di neraka.
Sedangkan menurut pandangan hukum dunia, iman adalah cukup dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat. Siapa yang mengikrarkan keduanya diberlakukanlah hukum dunia kepadanya. la dituntut komitmen dengan konsekuensi-konsekuensinya, mendapat hak-haknya, dan ia tidak dihukum sebagai kafir, kecuali apabila melakukan ucapan maupun perbuatan yang merusak syahadatnya. Prinsip ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw., Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Jika mereka mau mengatakannya, artinya mereka telah menjaga darah dan harta-harta mereka dari (tindakan)ku kecuali dengan haknya (HR. Muslim).
Jika Anda telah memahami ini, maka ketahuilah bahwa iman yang benar adalah mencakup ketiga makna di atas, tanpa terpisah-pisah. Allah Swt. berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, Mereka itulah orang-orang yang benar (Al-Hujurat: 15).
Ibadah yang benar adalah buah dari keimanan yang benar. Para ulama mendefinisikan bahwa ibadah adalah sebuah kata yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai Allah, berupa ucapan dan perbuatan lahir maupun batin. Ibadah adalah tujuan yang dicintai dan diridhai Allah Swt. dan untuk itulah Allah menciptakan makhluk-Nya, Sesungguhnya Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku (Adz-Dzariyat: 56). Untuk tujuan itu pula Allah mengutus rasul-rasul-Nya, Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah taghut itu,” maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya (An-Nahl: 36). Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu,. melainkan Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.” (Al-Anbiya’: 25) Allah menjadikan ibadah itu sebagai sesuatu yang harus tetap dilakukan oleh Rasul-Nya sampai mati. Allah berfirman, Dan sembahlah Tuhanmu hingga datang al-yaqin (kematian) (Al-Hijr: 99).
Secara keseluruhan, agama termasuk ibadah berdasarkan hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Hanya, ibadah yang diperintahkan mencakup dua makna sekaligus, yaitu kerendahan dan kecintaan. Ibadah mengandung makna puncak kehinaan dan kecintaan kepada Allah Swt., Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai A-lah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik (At-Taubah: 24).
Jika ibadah yang benar adalah ibadah yang mencakup makna-makna di atas, maka ibadah itu tidak benar dan tidak diterima di sisi Allah apabila belum dilakukan oleh hamba sesuai dengan syariat Allah. Demikian itu karena Allah tidak menerima amal perbuatan maupun ucapan, kecuali yang disyariatkan dan diperintahkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Allah Swt. tidak akan menerima ibadah-ibadah baru yang diada-adakan oleh hamba-hamba-Nya. Rasulullah Saw. bersabda, Barangsiapa membuat hal-hal yang baru (yang tidak termasuk) dalam agama kami, maka ia tertolak. Dalam riwayat lain, Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dalam ajaran agama kami, maka ia tertolak. Dalam riwayat yang lain, Sesungguhnya setiap yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah dhalalah (sesat).
Ibadah yang benar tidak mungkin diwujudkan dan dicapai kecuali dengan mujahadatun nafs wal hawa (bersungguh-sungguh mengendalikan diri dan memerangi nafsu). Allah Swt. berfirman, Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar menyertai orang-orang yang berbuat baik (Al-’Ankabut: 69). Orang yang memahami ayat ini secara proporsional, tepat, mengetahui maknanya, dan mengamalkan konsekuensinya, akan memperoleh kebaikan yang sangat banyak.
Rasulullah telah menjelaskan hakikat mujahadah ini dengan sabdanya, Mujahid adalah seseorang yang berjihad melawan diri dan hawa nafsunya (HR. Ahmad). Berjihad melawan diri adalah mengarahkannya kepada perintah Allah dalam segala hal, di antaranya berjihad melawan setan dan musuh.
Langkah pertama dalam mujahadah adalah beriman kepada Allah, mengesakan-Nya, dan mengakui kerasulan Nabi Muhammad Saw. Dalam lingkungan Islam terkadang orang tidak menyadari bahwa masalah ini termasuk dalam bab mujahadah, sehingga ia tidak perlu menyebutnya. Ini jelas kesalahan besar. Sesuatu yang paling besar adalah jika seseorang mampu beralih dari kekafiran menuju keimanan atau menyatakan imannya pada lingkungan yang menentang iman dan melecehkan pemeluknya. Allah berfirman, Dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya (At-Taghabun: 11). Langkah kedua adalah menjalankan kewajiban-kewajiban sesuai dengan waktunya, seperti: shalat, puasa, zakat, haji, nikah, bermuamalah, dan lain-lain. Langkah yang ketiga adalah secara tertib menjalankan ibadah-ibadah sunah, berupa: shalat, sedekah, puasa, haji, doa, zikir, dan membaca Quran. Selanjutnya langkah keempat adalah mengendalikan diri untuk selalu melaksanakan hal-hal yang bersifat azimah (ibadah-ibadah dalam bentuknya yang ideal) serta mentarbiahkannya dengan amal-amal berat yang bermanfaat, seperti: khalwat (menyendiri), diam kecuali dalam hal-hal yang mewajibkan berbicara, begadang malam untuk beribadah, shalat, tilawah, zikir, lapar karena melakukan puasa pada hari-hari yang disunahkan, dan amal-amal lain yang disyariatkan. Langkah kelima adalah perenungan diri, hati, menyingkap penyakit-penyakit hati, dan mengobatinya. Inilah langkah terakhir dalam mujahadah, sekaligus merupakan salah satu hasilnya yang utama. Dua langkah terakhir inilah yang mendominasi pembahasan dan pembicaraan banyak kalangan tentang mujahadah.
Iman yang benar lagi sempurna, ibadah yang sahih sesuai dengan petunjuk syara’, dan mujahadah yang terbingkai dengan kaidah dan ajaran syara’, akan menghasilkan pengaruh besar yang tampak pada diri manusia di dunia dan akhirat. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Syahid Hasan Al-Hanna, "…cahaya dan kenikmatan yang Allah percikan ke dalam hati siapa saja, yang la kehendaki di antara hamba-hamba-Nya." Cahaya (nur) adalah hal yang diisyaratkan dalam firman Allah Swt., Dan apakah orang yang sudah mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu ia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan (Al-An’am: 122).
Hakikat dan pengaruh iman telah diungkapkan oleh Sayid Qutub dalam tafsirnya, “Seseorang akan mendapati cahaya ini didalam hatinya, sehingga ia mendapatkan kejelasan dalaim segala urusan, hal, dan kejadian. Mendapatkan kejelasan dalam jiwa, dan niat-niatnya, lintasan-lintasan hatinya, langkah, serta geraknya. Mendapatkan kejelasan dalam segala hal yang terjadi di sekitarnya, baik yang berupa sunatullah, aktivitas-aktivitas manusia, niat, dan langkah-langkah mereka, yang tampak maupun yang tersembunyi. Mendapatkan tafsir berbagai peristiwa dan sejarah dalam jiwa dan akalnya, serta dalam realitas kehidupan di sekitarnya, seakan-akan ia membaca buku. Seseorang yang telah mendapatkan cahaya ini dalam hatinya akan mendapatkan kecemerlangan dalam lintasan-lintasan hati, perasaan, dan kemauannya, sehingga ia pun mendapatkan kenikmatan dan kesejukan dalam hati, suasana, dan masa depannya. Ia akan mendapatkan kelembutan dan kemudahan dalam mengatur segala urusan dan mengeluarkan keputusan, serta dalam menghadapi maupun melewati kejadian. Ia akan mendapatkan ketenangan, kepercayaan, dan keyakinan dalam segala situasi dan kapan pun juga.” ‘"
Cahaya yang mempunyai pengaruh luas dalam diri manusia dan menghasilkan banyak hal menakjubkan yang tampak dalam kehidupan seorang mukmin yang tercerahkan ini, kemungkinan terbentuknya telah ditunjukkan oleh Al-Quran dan Sunah, dinyatakan oleh para ulama, dan didukung oleh kejadian-kejadian yang nyata. Karena itu Imam Syahid Hasan Al-Banna rahimahullah menyebutkannya dalam prinsip ini sebagai pengakuan akan kebenarannya, sekaligus memberi bingkai syar’i agar orang-orang yang tidak mendapatkan pencerahan dari sumber-sumbernya, karena hanya mendapat bisikan nafsu dan inspirasi setan, tidak melampaui batas.
Pada kesempatan yang sama, beliau tidak mengabaikan hal-hal yang memang seharusnya dikatakan, tidak seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memahami syariat dan tidak mengetahui dalil-dalil yang benar. Karena itu Imam Syahid mengatakan, “Akan tetapi ilham, lintasan hati, kasyaf, dan mimpi tidak termasuk dalil-dalil syar’i dan tidak pula diperhitungkan (dianggap), kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan nash-nashnya.”
Agar kebenaran dalam masalah ini menjadi jelas, harus diberi keterangan dan penjelasan. Karena itu, kami coba terangkan:
Pertama, ilham
Ilham adalah pengaruh yang Allah berikan dalam jiwa seseorang sehingga mendorongnya untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. la merupakan salah satu jenis wahyu yang Allah khususkan bagi siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Ia kehendaki. 
Allah Swt. berfirman,
Dan jiwa serta penyempurnaannya (penciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (Asy-Syams: 7-8).
Rasulullah Saw. berdoa,
Ya Allah ilhamkanlah kepadaku kebenaran dan lindungilah akim dari keburukan jiwaku (HR. Turmudzi). 
Ilham lebih umum daripada tahdits karena ilham berlaku umum bagi orang-orang yang beriman sesuai dengan tingkat imannya. Setiap mukmin mendapatkan ilham kebenaran dari Allah Swt. sesuai dengan tingkat keimanannya. Adapun tahdits, Rasulullah Saw. telah menjelaskan dalam sabdanya, ”Jika ada orang yang muhadats[1] dari umatku, maka Umar-lah orangnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bentuk ilham yang banyak dikenal, antara lain berupa pesan yang diberikan ke dalam hati seorang mukmin, melalui pembicaraan malaikat dengan ruhnya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, Sesungguhnya malaikat mempunyai hasrat di hati anak Adam, demikian juga setan. Hasrat malaikat berupa ajakan untuk kebaikan dan membenarkan ancaman Allah Swt., sedangkan hasrat setan adalah ajakan untuk melakukan kejahatan dan mendustakan janji Allah, – kemudian beliau membaca firman Allah – "Setan itu menjanjikan kefaqiran kepadamu dan memerintahkan perbuatan yang keji, sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan anugerah kepadamu.” (HR. Turmudzi). 
Allah Swt. berfirman, (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, “ Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.” (Al-Anfal: 12).
Sebebagian ulama menafsirkan ayat ini dengan "Wahai malaikat kuatkanlah hati orang-orang yanng beriman dan berilah kabar gembira kepada mereka dengan kemenangan.” Sebagian yang lain mengatakan, “Hadirlah wahai malaikat bersama orang-orang mukmin di medan perang.” Kedua penafsiran itu sama-sama benar, karena malaikat memang hadir bersama orang-orang mukmin di medan perang dan meneguhkan hati
mereka. Termasuk kategori pesan ini adalah nasihat yang diberikan oleh Allah Swt. kepada hati hamba-hambanya yang mukmin, sebagaimana yang diungkapkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan Imam Ahmad dari sahabat Nawwas bin Sam’an dari Nabi Muhammad Saw. Bahwa beliau bersabda, Sesungguhnya Allah membuat perumpamaan berupa sebuah jalan yang lurus. Pada kedua sisi jalan tersebut terdapat dua dinding yang masing-masing mempunyai pintu yang terbuka. Pada masing-masing pintu terdapat gorden, ada penyeru di ujung jalan, dan ada pula penyeru di atas jalan. Jalan yang lurus adalah Islam, kedua dindingnya adalah batas-batas Allah, dan pintu-pintu yang terbuka adalah hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Tidak ada
seorang pun yang melanggar suatu batas di antara batas-batas Allah, kecuali bila ia menyingkap gorden itu. Penyeru yang berada pada ujung jalan adalah Kitabullah, sedangkan penyeru yang berada di atas jalan adalah penasihat dari Allah dalam hati orang yang beriman. Penasihat yang ada dalam hati orang-orang yang beriman itulah ilham Ilahi dengan perantaraan malaikat.  
Termasuk ilham adalah firasat, yaitu cahaya yang Allah berikan ke dalam untuk membedakan antara haq dan batil dan antara yang jujur dan dusta. Allah berfirman, Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi mutawasimin (orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda) (Al-Hijr: 75). Menurut Mujahid r.a. yang dimaksud mutawasimin adalah mutafarisin (orang-orang yang diberi firasat). Imam Turmudzi meriwayatkan dari Abi Sa’id r.a. dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, Takutlah kalian kepada firasat orang mukmin, karena ia memandang dengan cahaya Allah Azza wa Jalla. Kemudian beliau membaca, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi mutawasimin (orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda)." (Al-Hijr: 75).
Firasat ada tiga macam:
1. Firasat imaniyah, yaitu firasat orang-orang yang beriman. Jenis ini selalu tegak di atas kebenaran.
2. Firasat riyadhiyah, ialah firasat yang dihasilkan melalui lapar, begadang, dan menyendiri. Demikan itu terjadi karena jiwa terbebas dari penghalang-penghalangnya, maka firasat dan kasyaf akan didapatkan sesuai dengan tingkat kebebasan-nya dari penghalang tersebut.
3. Firasat khalqiyah, ialah firasat yang para dokter menulis tentangnya. Mereka mencoba menghubungkan antara sifat-sifat fisik dengan sifat-sifat psikis karena memang ada kaitan yang dikehendaki hikmahnya oleh Allah. 
Dua jenis firasat yang terakhir ini bisa dimiliki oleh siapa saja, baik mukmin maupun kafir, tidak menunjukkan keiman-an dan kewalian, serta tidak menyingkap tentang kebenaran yang bermanfaat maupun jalan yang lurus. ‘”
Kedua, khawathir
Khawathir jamak khatir yaitu sesuatu yang terlintas dalam hati berupa rencana atau perintah. Apabila baik, maka itu merupakan bagian dari cahaya dan pengaruh iman, serta petunjuk adanya taufik dari Allah. Namun apabila sebaliknya, maka ia merupakan tipu daya dan bisikan setan, sebagaimana disebutkan dalam hadits sujud sahwi, Hingga setan melintas antara seseorang dan hatinya, dan dalam hadits Ibnu Abbas r.a., Ketika Nabi berdiri untuk melaksanakan shalat, tiba-tiba melintas suatu lintasan dalam hatinya. Maka orang-orang munafik pun mengomentari bahwa beliau mempunyai dua hati. 
Ketiga, kasyaf
Imam 1bnul Qayyim rahimahullah mengatakan, "Mukasyafah yang benar adalah ilmu-ilmu yang Allah munculkan di hati hamba-Nya. Dengan ilmu itu Allah Swt. memperlihatkan kepadanya hal-hal yang tersembunyi bagi orang lain. Terkadang Allah Swt. membantu seseorang untuk memilikinya, tapi terkadang menghalanginya dengan membuatnya lupa dan menyembunyikannya dari orang itu dengan kabut yang membuat hatinya keras, itulah setipis-tipis penghalang. Dengan mendung yang lebih tebal dari kabut, atau dengan tutup yang menjadi penghalang paling tebal.”
Penghalang paling tipis terkadang dialami oleh para nabi a.s. Sebagaimana sabda Nabi Saw., Sesungguhnya hatiku berkabut dan sesungguhnya aku beristigfar kepada Allah sebanyak seratus kali dalam sehari (HR. Muslim). 
Penghalang yang berupa mendung terjadi pada orang-orang mukmin. Sedangkan penghalang yang berupa tutup terjadi pada orang-orang yang didominasi oleh kemalangan. Allah Swt. berfirman, Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka (Al-Muthafifin: 14). Ibnu Abbas dan lainnya mengatakan bahwa ia adalah dosa dan dosa menutupi hati hingga menjadi tertutup seluruhnya.
Kasyaf yang benar adalah jika seorang Muslim mengetahui kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw. dan diturunkan dalam kitab-kitab suci secara jelas dalam hatinya. Kemudian ia dedikasikan kehendak hatinya kepadanya dan senantiasa bersamanya dalam segala kondisi. Inilah kesimpulan yang benar, bila tidak demikian maka itu adalah tipuan yang buruk. Demikian itu dalam hal-hal yang berkaitan dengan mukasyafat hati, salah satu sumber kasyaf ketika hati jernih, berjalan di atas jalan yang lurus, serta menjauhi bid’ah dan kesesatan. Adapun kasyaf penglihatan dan pendengaran, yang dimaksud oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam prinsip ini, Ibnu Qayyim rahimahullah telah mengklasifikasikannya menjadi tiga jenis: kasyaf rahmani, yang khusus bagi orang-orang yag beriman, kasyaf nafsani, dan kasyaf syaithani, yang dijelaskan dalam pernyataannya, “Adapun kasyaf juz’i yaitu yang dapat dimiliki oleh orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, juga oleh orang-orang baik maupun orang-orang jahat, seperti: mengetahui apa yang ada di rumah seseorang, tongkat di tangannya, di bawah pakaiannya, atau jenis kelamin janin yang ada dalam kandungan istrinya. Adapun yang tidak terlihat oleh seorang hamba berupa hal-hal yang sangat jauh, terkadang berasal dari setan atau dari dirinya sendiri. Karena itulah, maka hal itu bisa terjadi pada orang-orang kafir, seperti orang-orang yang melakukan kemaksiatan, penyembah api, dan salib. 
Ibnu Shayyad dapat mengetahui apa yang disembunyikan oleh Nabi, kemudian Rasulullah Saw. berkata kepadanya, "Engkau ini hanyalah sebagian dari teman para dukun." Nabi menerangkan bahwa kasyaf yang dimilikinya termasuk kasyaf perdukunan dan hal itu mungkin. Demikian pula Musailamah Al-Kadzab, betapapun kekafiran yang dilakukannya, ia mampu menceritakan kepada para pengikutnya tentang apa yang dilakukan oleh salah seorang dari mereka di rumahnya, dan apa yang dikatakannya kepada istrinya. Setanlah yang memberikan kabar kepadanya, untuk menyesatkan manusia. Demikian pula Al-Aswad Al-Unsi dan Harits Al-Mutanabbi yang memberontak pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, serta orang-orang semisal mereka yang hanya diketahui oleh Allah. Kita telah mengetahui dan orang-orang juga telah menyaksikan kasyaf dari para pendeta penyembah salib.
Contoh kasyaf rahmani adalah kasyaf dari Abu Bakar r.a., ketika beliau berkata kepada Aisyah r.a. bahwa sesungguhnya istrinya mengandung janin perempuan. Kasyaf Umar r.a. ketika beliau berkata, “Wahai pasukan naiklah ke gunung.” Kasyaf-kasyaf ini termasuk kasyaf para wali Allah.  
Kesimpulannya, Said Hawwa menjelaskan bahwa kasyaf adalah sesuatu yang mungkin terjadi, orang-orang yang melakukan perjalanan spiritual menuju Allah dapat mencapainya. Ia merupakan salah satu wujud anugerah Allah Swt. sekaligus sebagai ujian dari-Nya. Tapi kita semua komitmen dengan nash, bukan dengan kasyaf. Kasyaf tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk menetapkan keyakinan baru dan tidak pula untuk menambah nash-nash yang ada. Umat tidak diwajibkan beribadah dengannya. Mereka tidak harus mempercayai pemiliknya, walaupun ia termasuk orang yang jujur. Hal itu karena hatinya tidak ma’shum berkaitan dengan masalah gaib. Selain itu, kemungkinan terjadi ilusi juga sangat besar. Karena kasyaf terkadang menjadi ujian bagi seseorang atau sekelompok orang, maka ia kadang menurunkan derajatnya.
Dengan batas-batas ini, jelaslah kedudukan kasyaf dalam syariat Allah, dan kita memahami maksud dari ungkapan Imam Syahid Al-Banna rahimahullah bahwa ia tidak termasuk dalil-dalil hukum syar’i dan tidak diperhitungkan (dianggap), kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan nash-nashnya. 
Keempat, mimpi-mimpi dalam tidur
Jika benar, ia merupakan salah satu pengaruh iman dan tingkatan hidayah. la termasuk bagian dari kenabian, sebagaimana diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, Mimpi yang baik adalah bagian dari empat puluh enam bagian nubuwah (Shahih Bukhari dan Muslim).
Mimpi adalah permulaan wahyu. Kebenarannya tergantung kepada kejujuran orang yang bermimpi. Orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur perkataannya. Ketika zaman semakin dekat, hampir tidak ada kesalahan dalam mimpi yang baik, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw, Demikian itu karena semakin jauhnya masa dari kenabian dan pengaruhnya. Karena itu, orang-orang mukmin mengambil ganti dengan mimpi. Adapun pada masa kuatnya cahaya kenabian, dengan cahayanya yang terang, menjadikan mereka tidak membutuhkan mimpi-mimpi itu. Nabi Saw. bersabda, Tidak ada lagi bagian dari nubuwah selain mubasyirat. Ada yang bertanya, ”Apa itu mubasyirat, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “Ia adalah mimpi baik yang dialami sendiri oleh seorang Muslim atau diimpikan oleh orang lain." (HR. Bukhari). 
Jika mimpi-mimpi kaum Muslimin sama, maka tidak dapat didustakan. Nabi telah mengatakan kepada para sahabatnya ketika mereka bermimpi melihat lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Beliau Saw. bersabda, Saya melihat mimpi kalian sudah saling memperkuat bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Karena itu, barangsiapa di antara kalian yang hendak mencari-carinya maka lakukanlah pada sepuluh hari terakhir (HR. Bukhari).
Sebagaimana kasyaf, mimpi juga terbagi menjadi tiga bagian: rahmani, nafsani, dan syaithani. Nabi Saw. bersabda, Mimpi ada tiga, yaitu mimpi dari Allah, mimpi penyedihan setan, dan mimpi dengan melihat kembali apa yang pernah terjadi pada dirinya saat ia terjaga. 
Mimpi yang menjadi sebab datangnya petunjuk adalah mimpi yang khususnya datang dari Allah. Mimpi para nabi adalah wahyu, karena mimpi ini terpelihara dari setan. Inilah yang diyakini oleh umat. Karena itulah maka nabiyullah Ibrahim a.s. melaksanakan perintah menyembelih putranya, Ismail berdasarkan mimpi itu.
Adapun mimpi selain para nabi, disesuaikan dengan wahyu yang jelas. Jika sesuai, bisa diterima. Jika tidak, tidak boleh diamalkan. Apabila ditanyakan, "Bagaimana pendapat kalian tentang mimpi yang baik atau mimpi-mimpi orang banyak yang sepakat atas sesuatu?” Kami menjawab, “Jika memang demikian, maka tidak mungkin menyalahi wahyu, bahkan pasti sesuai dengannya, untuk menyadarkannya atau menyadarkan akan masuknya suatu permasalahan khusus dalam hukum wahyu, sedangkan orang yang bermimpi tidak menyadari bahwa hal itu termasuk di dalamnya, sehingga dengan mimpi itu ia menjadi tersadarkan.”’ 
Selanjutnya kaum Muslimin sepakat bahwa mimpi bagi selain para nabi tidak boleh dijadikan sebagai sumber hukum dan perundang-undangan. Jika mereka bertanya, “Apabila seseorang bermimpi melihat Nabi Saw. padahal setan tidak mungkin menyerupainya, kemudian beliau Saw. memerintahkan suatu hal yang bertentangan dengan syariat’?” Kita katakan kepadanya, “Engkau sedang berangan-angan.” Ia tidak boleh bertindak berdasar mimpinya itu, apalagi mimpi-mimpi yang lain?
Barangsiapa menginginkan mimpi yang benar, maka hendaklah ia berusaha untuk selalu jujur, makan yang halal, memperhatikan perintah dan larangan, tidur dalam keadaan suci sepenuhnya, menghadap kiblat, dan zikir kepada Allah hingga tertidur. Jika demikian, insya Allah mimpinya tidak berdusta. 
Mimpi yang paling benar adalah mimpi pada waktu sahur, karena saat itu merupakan waktu turunnya Allah ke langit dunia, saat dekatnya rahmat dan ampunan, serta diamnya setan-setan. Kebalikannya adalah mimpi pada sepertiga malam yang pertama, saat setan-setan dan ruh-ruh syaithaniyah bergentayangan. Ubadah bin Shamit r.a. berkata, “Mimpi seorang mukmin adalah kalam Allah kepada hamba-Nya pada waktu tidur.”
Kesimpulannya, ilham, khawathir, kasyaf, dan mimpi merupakan pengaruh cahaya iman, jika keluar dari seorang mukmin yang jujur. Banyak bukti-bukti lahiriah dan pengalaman batin yang menguatkan akan hal itu. Ia adalah karamah dari Allah bagi mereka, di samping juga merupakan ujian untuk menguji keteguhan dan konsistensi dalam keimanan. 
Meskipun demikian, sebagaimana dikatakan oleh Imam. Syahid Al-Banna rahimahullah, ia bukan termasuk dalil-dalil hukum syar’i, karena dalil-dalil hukum syar’i disyaratkan bahwa sumbernya ma’shum, sementara di sini tidak ada ke-ma’shum-an, karena tidak ada ke-ma’shum-an yang dapat ter-bukti secara syar’i berdasarkan firman Allah dan sabda Rasul Saw., atau berdasarkan ijmak kaum Muslimin. Padahal di sini tidak ada sedikit pun dari semua itu.
Meskipun demikian, apabila karamah-karamah itu berasal dari Allah Swt. maka tidak mungkin bertentangan dengan syariat. Adapun jika berasal dari diri sendiri dan setan, maka ia tidak dapat dipercaya, karena sedikit sekali yang sesuai dengan syariat atau konsisten pada masalah yang diridhai. Imam Syahid mengatakan, “Semua karamah itu tidak dianggap, kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan nash-nash-nya.” Wallahu a’lam. 
Kenikmatan yang lahir dari keimanan dan kesahihan ibadah, serta mujahadah yang baik, adalah kenikmatan hakiki yang dirasakan oleh jiwa orang yang beriman, sebagaimana lidah merasakan lezatnya makanan, seperti disebutkan dalam banyak hadits-hadits sahih, di antaranya sabda Rasulullah Saw., Akan merasakan lezatnya iman orang yang ridha bahwa Allah sebagai Tuhan-nya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad Saw. sebagai rasulnya (HR. Muslim). Tiga hal, barangsiapa seluruhnya ada dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan nikmatnya iman.
Dalam riwayat lain, akan merasakan nikmatnya iman, orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya, jika seorang mencintai sahabatnya, ia tidak mencintai-nya kecuali karena Allah Swt., dan tidak mau kembali kepada kekafiran setelah Allah Swt. menyelamatkan diri darinya, sebagaimana ia tidak mau dimasukkan dalam neraka. 
Para ulama berkata, “Makna kenikmatan iman adalah merasa nikmat dalam melakukan ketaatan dan memikul beban dalam mencari keridhaan Allah dan Rasul-Nya, lebih mengutamakan hal itu daripada tujuan-tujuan duniawi, kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya Swt. dengan menjalankan ketaatan kepadanya dan meninggalkan kedurhakaan terhadap-Nya, di samping juga mencintai Rasulullah Saw.”
Menurut saya, semua itu tidak mungkin dicapai kecuali oleh orang yang hatinya telah bersenyawa dengan iman, sehingga kenikmatan iman mampu mendominasi hatinya. Karena itu, Ibnul Qayyim mengatakan bahwa iman memberikan kenikmatan yang berkaitan dengan rasa dan selera. Keraguan dan syubhat tidak akan hilang dari hati, kecuali apabila seseorang telah mencapai keadaan seperti ini. Iman benar-benar telah bersenyawa dengan hatinya, hingga ia merasakan kelezatannya dan menemukan kenikmatannya.”’ 
Rasa inilah yang dijadikan Heraclius sebagai dalil akan benarnya kenabian, saat ia bertanya kepada Abu Sufyan, "Adakah seorang di antara pengikut Muhammad yang murtad karena marah kepada agamanya?” “Tidak," jawab Abu Sufyan. Heraclius pun berkomentar, “Demikianlah iman, ketika ia telah bersenyawa dengan keceriaan hati."
Kenikmatan hakiki yang selalu bergelora inilah yang telah dibuktikan oleh para sahabat r.a., salafusaleh, dan orang-orang yang melakukan interaksi yang benar dengan Allah Swt. serta dengan agama-Nya yang terakhir. Jika kami hendak memuat contoh-contohnya, tentu akan menghabiskan buku berjilid-jilid. Kami cukupkan dengan tiga contoh saja dari tiga orang sahabat yang telah mengungkapkan hakikat kenikmatan itu, sebab berbagai pengorbanan yang telah mereka lakukan. Mereka itu adalah:
1. Bilal bin Rabah r.a.
Ketika disiksa diterik panas matahari untuk memaksanya kafir, sementara ia hanya bisa mengucap, “Ahad, Ahad.” Ia campur pahitnya siksaan dengan manisnya iman. Ia telah bersenyawa dengan kenikmatan iman. Demikian juga saat menjelang kematiannya, ketika keluarganya mengatakan alangkah susahnya, tapi beliau sendiri justru mengatakan, duhai alangkah senangnya karena besok saya akan menjumpai kekasih-kekasihku, Muhammad dan para sahabatnya. Bercampurlah pahitnya kematian dengan nikmatnya pertemuan itu, itulah kenikmatan iman.
2. Seorang sahabat yang kudanya dicuri pada suatu malam, saat ia sedang shalat. Ia melihat saat pencuri itu mencuri kudanya, namun ia tidak memutuskan shalatnya. Ketika ditanya tentang hal itu ia menjawab, “Apa yang sedang aku lakukan lebih besar dari itu.” Ini tidak lain karena kenikmatan iman.
3. Dua orang sahabat yang diperintahkan Rasulullah Saw. sebagai penjaga malam pada sebuah peperangan. Salah seorang tidur, sedangkan yang lain menunaikan shalat. Tiba-tiba ada mata-mata dari pihak musuh datang. Melihatnya, mata-mata itu melepaskan anak panah dan mengenainya. Namun demikian sahabat ini tetap meneruskan shalatnya dan tidak menghentikannya. Mata-mata itu melepaskan panah yang kedua dan mengenainya pula, namun ia tidak memutuskan shalatnya. Kemudian dilepaslah kepadanya anak panah yang ketiga dan mengenainya. Pada panah yang ketiga inilah ia baru membangunkan sahabatnya. Ia berkata “Kalaulah bukan karena kekhawatiranku terhadap keselamatan kaum Muslimin, tentu aku tidak menghentikan sholat-ku.” Hal itu tidak dilakukannya kecuali karena besarnya kenikmatan yang ia rasakan dalam shalat, hingga menghilangkan rasa sakit akibat anak panah yang mengenai dirinya. –



[1] Muhadats: orang yang benar dugaannya seolah-olah ada yang membisikinya.– edt.

——-
Detil referensi berupa kitab-kitab yang dijadikan rujukan khususnya yang memuat hadits-hadits dan perkataan ulama, tersedia pada buku yang berjudul: Syarah Ushul ‘Isyrin, Menyelami Samudra 20 Prinsip Hasan Al-Banna, karya Abdullah bin Qasim Al-Wasyli, Cetakan ke-2, Era Intermedia, Solo, Indonesia, 2005